Pentingnya Pemahaman Literasi Digital Bagi Perempuan Di Era Digital

 



       Memasuki abad 21 yang merupakan masa transisi dari abad 20 seperti saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berkembang sangat pesat dan mampu membawa manusia berada pada era digital yang serba canggih dan modern. Pada era digital atau disrupsi teknologi ini manusia mulai menggantungkan rutinitasnya dengan memanfaatkan sistem informasi, teknologi, dan jaringan internet dan dunia maya sebagai matra baru menjalani kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri fenomena ini melahirkan masyarakat informasi yang ingin selalu update mengenai berbagai berita dan memiliki peran aktif berselancar di media digital dengan ragam maksud dan tujuan tertentu.[1]

Kondisi tersebut mencerminkan bahwa teknologi memiliki peran besar bagi masyarakat hingga mempengaruhi sendi-sendi kehidupan. Hal ini dikarenakan hampir seluruh aktivitas dilakukan secara online (dalam jaringan) dan berbasis komputer, mulai dari bekerja, belajar, belanja, dan memperoleh informasi seolah tidak mengenal batas (borderless) karena dapat dilakukan dimana saja, dengan siapa saja, dan kapan saja. Sehingga muncul apa yang dimaksud dengan kebudayaan virtual riil tanpa harus dibatasi nilai dan norma dalam ruang digital.[2]

Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan media digital serta pengguna internet di Indonesia, masih terdapat kesenjangan antara pengguna laki-laki dan perempuan, dimana jumlah perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data yang dirilis oleh HootSuite (We Are Social) sebagai situs layanan manajemen konten yang juga menyajikan data beserta tren dalam memahami pelaku berbagai media digital, menyampaikan bahwa dari total jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai 277,7 juta orang pada Januari 2022, yang menggunakan internet secara aktif di Indonesia mencapai 204,7 juta orang pada bulan Januari 2022. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 1,03% dari tahun 2021 yang hanya sebanyak 202,6 juta orang.[3] Dari sekian banyak pengguna internet yang ada, data terakhir yang dirilis menunjukkan bahwa laki-laki masih menduduki peringkat atas pengguna internet dibandingkan perempuan. Selisih pengguna internet pada tahun 2018 dengan jenis kelamin perempuan lebih sedikit 6,34% dari pada laki-laki. Meskipun sedikit mengalami peningkatan pengguna perempuan, namun selisih pengguna internet laki-laki dan peremepuan sebesar 6,26% pada 2019.[4]

Kesenjangan digital yang terjadi antara laki-laki dan perempuan ini selain diakibatkan banyaknya perempuan yang belum mengetahui dan enggan bertanya mengenai penggunaan media digital, juga karena terbentur hambatan mental terkait penguasaan teknis dan keterampilan mengenai teknologi digital. Dalam ranah public perempuan yang bekerja pada bidang TIK hanya mendominasi pada psoisi administrasi, atau sebagai operator dan resepsionis. Sedangkan untuk peran sentral seperti ilmuan komputer, programmer, dan profesi sejenis lainnya masih didominasi laki-laki. Hal ini dikarenakan adanya pelabelan bahwa bidang teknologi informasis (TI) adalah ranah laki-laki dan kemampuan serta literasi dasar yang berlanjut pada literasi digital perempuan dianggap masih tergolong lemah.[5]

Kurangnya peran perempuan dalam pengembangan teknologi informasi mengakibatkan banyaknya website atau platform digital yang pembuatannya kurang memerhatikan hak-hak, aksesibilitas, dan perlindungan bagi perempuan. Mengingat perempuan merupakan bagian dari kelompok lemah (vulnerable group), maka kondisi ini memberi peluang besar bagi perempuan mengalami diskriminasi bahkan rentan terhadap kejahatan di dunia digital (cybercrime). Cybercrime bermakna setiap perilaku operasi elektronik yang illegal menyerang dan menargetkan sistem keamanan komputer dan data yang diproses oleh sistem komputer tersebut.[6]

Berdasarkan data Komnas Perempuan menyebutkan kejahatan cyber merupakan jehatan tertinggi yang dialami oleh perempuan di ranah public pada tahun 2020, yakni sebanyak 454 kasus atau 65% dari total keseluruhan laporan. Jenis kasus cybercrime yang mengancam perempuan saat mengakses berbagai website di media digital, seperti konten illegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto atau video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), cyber stalking, cyber bullying, bahkan perdagangan orang (human trafficking). Sedangkan kasus yang serig dialami perempuan terkait cybercrime yaitu pelecehan seksual di dunia maya, pornografi online, dan kekerasan gender berbasis online.[7]

Padahal jika perempuan Indonesia memiliki pemahaman yang baik serta diberdayakan sehingga perempuan indonesia mampu literate saat mengakses berbagai situs website di dunia digital, maka selain akan adanya kesetaraan dalam dunia kerja juga akan minimnya kejahatan di dunia cyber yang mengancam perempuan dan anak-anak perempuan Indonesia.  Sehingga di era disrupsi teknologi seperti saat ini digital literacy atau literasi digital menjadi hal krusial dan merupakan keniscayaan untuk ditinggalkan dan dihindari. Karena setiap individu perlu memiliki kecakapan berupa literasi atau pengetahuan dan kemampuan (skill) dalam menggunakan dan memanfaatkan media digital.

Meski demikian, upaya untuk meningkatkan pemahaman digital pada perempuan Indonesia secara merata bukan perkara mudah karena banyaknya tantangan yang perlu dihadapi, selain kesenjangan digital, keterbatasan akses, kesenjangan ekonomi, hingga kerentanan perempuan itu sendiri. Kendati demikian pemahaman terkait literasi digital sangat urgent untuk diperoleh setiap perempuan Indonesia, karena dengan bekal literasi digital perempuan akan memiliki sikap kritis dan cakap dalam bermedia sosial. Terdapat beberapa alasan mengapa literasi digital sangat urgent bagi perempuan di tengah ancaman cybercrime pada era disrupsi teknologi, diantaranya yaitu sebagai berikut.

1.    Perempuan Menjadi Cakap Digital Dan Agent of Change Era Digital

            Ditengah gempuran globalisasi dan modernisasi teknologi informasi, peran perempuan tidak dapat diletakkan pada posisi belakang, sebalkinya justru perempuan perlu dilibatkan dan digandeng dalam setiap perkembangan dan pemanfaatannya. Dalam hal ini literasi digital merupakan kemampuan seseorang untuk memaknai dan memahami informasi dari berbagai sumber yang diakses melalui computer dan jaringan internet karena telah memiliki bekal kecakapan kognitif ataupun teknikal. Dimana tidak hanya memiliki keahlian dalam mengoperasikan teknologi saja, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, belajar, kreatif, dan inovatif.

            Untuk memahami literasi digital, perempuan perlu berpegang teguh dan mengimplementasikan pilar-pilar literasi digital saat menginjungi situs-situs website. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menjelaskan empat pilar literasi digital untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman mengenai perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Pertama, digital skill yang berkaitan dengan kemampuan dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, digital culture berhubungan dengan aktivitas masyarakat di ruang digital dengan tetap memiliki wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila, dan kebhinekaan. Ketiga, digital ethics mengenai kemampuan untuk menyadari, mempertimbangkan, serta mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, digital safety merupakan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, perlindungan data pribadi, dan keamanan digital.[8]

            Dengan litersi digital maka perempuan tidak hanya dapat melindungi dirinya dari ancaman kejahatan di dunia digital tetapi perempuan juga akan memiliki kecakapan digital yang dapat dia bagikan pada perempuan disekitarnya. Selain itu, perempuan dengan kecakapan digital yang mampu memahami ruang-ruang cyber memiliki peran sentral dalam mendidik dan melindungi dirinya, orang-orang sekitarnya sesame perempuan, dan anak-anak atau generasi yang akan datang. Dengan kata lain perempuan memiliki peran sebagai agent of change di era digital. Dalam tingkatan lebih lanjut, dengan kecakapan digital perempuan dapat memperluas jaringan teman, media pengembangan diri, terhindar dari hoax, hingga kemampuan pemanfaatan menggerakkan ekonomi keluarga dan masyarakat sekitarnya.

2.    Meminimalisir Ancaman Cybercrime

            Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ditambah masifnya penggunaan internet, kejahatan juga turut mengalami perkembangan. Dewasa ini ragam berita terkait kejahatan digital (cybercrime) banya didengar dengan mayoritas korbannya adalah perempuan. Ancaman bisa datang dari pihak luar seperti Web Phising akibat membuka link atau tautan sembarangan tanpa diketahui bahaya atau tidaknya karena adanya iming-iming hadiah atau voucher belanja gratis. Ancama juga bisa datang dari dalam seperti peretasan akun social media para selebgram akrena dengan mudahnya memberikan PIN, Kode OPT, atau password yang ujungnya akan merugikan pihak tertentu atau diri sendiri.

            Selain memiliki pemahaman mengoperasikan perangkat keras dan perangkat lunak, perempuan yang memiliki literasi digital akan mengetahui bagaimana cara untuk menggunakan security software yang up to date, menggunakan vitur yang aman untuk website seperti SSL atau HTTPs, serta tidak mudah ter tipu oleh iklan atau promosi yang mengharuskan untuk mengakses website tertentu. Dengan pemahaman literasi digital perempuan tidak hanya dapat meminimalisir ancaman cybercrime tetapi juga akan terbuka peluan untuk turut berpartisipasi dan menymbangkan gagasannya untuk membangun dan mengembangkan media digital yang ramah saat diakses oleh perempuan.

3.    Tercapainya Transformasi Digital Nasional

            Semakin banyak perempuan Indonesia yang memiliki pemahaman baik mengenai literasi digital, maka akan terwujud suatu masyarakat yang telah siap bertransformasi menuju dunia digital sepenuhnya. Semakin meningkatnya literasi digital pada masyarakat, maka akan tercipta ruang digital yang aman, nyaman, serta menciptakan masyarakat yang berdaya secara digital. Jika perempuan telah memiliki literasi digital yang baik, maka efek domino akan terjadi dimana orang-orang sekitarnya juga akan memiliki pemahaman mengenai literasi digital termasuk didalamnya bijak bersosial media. Hal ini tentu sejalan dengan agenda Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Komunikasi Dan informatika terkait transformasi digital Indonesia 2021-2024.



[1] Machyudin Agung Harahap, Susri Adeni, “Tren Penggunaan Media Sosial Selama Pandemi Di Indonesia”, Jurnal Professional FIS UNIVED Vol.7 No.2, 2020, h.15

[2] R. Sugihartati, Perkembangan Masyarakat Informasi dan Teori Sosial Kontemporer. Jakarta, Kencana. 2014, h.3

[3] Cindy Mutia Annur, “Ada 204,7 Juta Pengguna Inernet Di Indonesia Awal 2022”, Databooks Katadata, https://databooks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/23/-ada-204,7-juta-pengguna-inernet-di-indonesia-awal-2022, diakses pada 8 April 2022

[4] Arie Mega Prastiwi, "Akses Digital Bagi Perempuan Indonesia Masih Timpang"  Katadata

https://katadata.co.id/ariemega/digital/61693286d4528/akses-digital-bagi-perempuan-indonesia-masih-timpang, diakses pada 8 April 2022

[5] ibid

[6] Go Lisanawati, “Pendidikan Tentang Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Dimensi Kejahatan Siber”, Jurnal Pandecta Volume 9. Nomor 1. 2014, h.3

[7] Neli Widya Ramailis, “Cyber Crime Dan Potensi Munculnya Viktimisasi Perempuan Di Era Teknologi Industri 4.0”, Jurnal Kriminologi Sisi Lain Realita Vol. 5 No. 1, 2020, h.17

(8) Pratiwi Agustini, “Empat Pilar Literasi untuk Dukung Transformasi Digital”, Kementerian Komunikasi Dan informatika RI Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, https://aptika.kominfo.go.id/2021/01/empat-pilar-literasi-untuk-dukung-transformasi-digital/, diakses pada 8 April 2022

Komentar

Postingan Populer