Jangan Melakukan Hal-Hal Ini Pada Anak Ketika Marah
Bagi
sebagian orang, menjadi orang tua dan memiliki anak adalah hal yang
membahagiakan karena telah memiliki generasi penerus keluarga, bangsa, dan
agama yang dapat dibangga kan. Namun sebagian orang lainnya menganggap bahwa
menjadi orang tua dan memiliki anak adalah hal yang melelahkan, merepotkan, menjengkelkan,
bahkan selalu membuat hati kesal dan marah. Idealisme orang tua yang berbeda
dengan anak adalah salah satu contoh yang menjadi sebab perdebatan antara orang
tua dan anak. Terlebih pada anak yang memasuki rentang usia 6-18 tahun. Pada usia
tersebut anak memasuki masa pembentukan jati diri sehingga lebih bersikap keras
kepala, egois, membentak, memiliki rasa ingin tahu tiggi, ingin memiliki
kebebasan dan menentukan jalan hidup sendiri, berambisi bahkan cenderung
melawan keinginan orang tua. Tidak heran jika orang tua cenderung bersikap
keras dan kasar pada anak, walaupun pada dasarnya setiap orang tua ingin
anaknya mendapatkan yang terbaik, namun terkadang orang tua tidak menyadari
bahwa beberapa hal yang dianggapnya tegas, sederhana, dan sepele justru dapat
melukai hati, mematahkan semangat, bahkan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan sang anak. Berikut penulis jelaskan beberapa hal sebaiknya tidak
dilakukan oleh orang tua pada anak dalam keadaan apa pun terlebih saat orang
tua dalam kondisi marah.
1. Menyalahkan Tindakan Anak
Pada
saat anak melakukan kesalahan atau tidak melakukan sesuai dengan apa yang
diperintahkan, tentu hal ini akan membuat orang tua marah dan kesal. Sehinga orang
tua menyalahkan anak atas perbuatannya. Tidak sedikit orang tua yang tanpa
disadari menyudutkan anak dengan mengucapkan, “ini semua gara-gara kamu!”, “lihat
hasil perbuatanmu, semuanya jadi berantakan!”.
Sikap
menyalahkan anak secara verbal menggunakan lisan dapat berresiko buruk bagi
kesehatan anak, baik fisik atau mental. Alangkah lebih baik jika anak melakukan
kesalahan orang tua memberikan klarifikasi atas apa yang seharusnya dilakukan
dan tidak dilakukan. Karena setiap anak berhak untk mengetahui apa kesalahannya
dana pa yang seharusnya dia lakukan, tujuannya agar anak mampu mengambil
pelajaran dari apa yang telah dilakukan sehingga tidak terulang dikemudian
hari. Apabila anak selalu disalahkan tanpa ada klarifikasi, maka anak akan
mengalami gangguan emosi, pemalu, ragu-gau, dan tidak berani mengambil
keputusan. Hal ini dikarenakan komunikasi negatif yang selalu merekaterima
telah memengaruhi perkembangan otak dan polapikir anak.
Jadi,
jangan sampai terucap kalimat seperti itu, ya, semarah dan sekesal apapun pada
anak.
2. Meremehkan Impian dan Pencapaian Anak
Setiap
manusia tentu memiliki kewajiban untuk saling menghargai dan tidak merendahkan
satu sama lain. Begitu juga dengan anak, mereka juga manusia yang berhak
mendapatkan apresiasi atas apa yang telah mereka lakukan. Apabila anak telah
berhasil melakukan sesuatu meskipun itu adalah hal sederhana, upayakan untuk
tetap menghargainya. Karena pada saat orang tua menghargai anak dan tidak
meremehkannya, secara tidak langsung akan menumbuhkan semangat dan percaya diri
dalam diri anak untuk terus melakukan yang terbaik. Misalnya, setelah sekian
lama akhirnya anak berhasil mendapatkan nilai 100 dalam pelajaran matematika,
sedangkan teman atau saudaranya yang lain sudah sering mendapatkan nilai 100
dalam pelajaran matematika, maka tetap hargailah karena itu bagian dari
pencapaian dan kerja kerasnya yang mungkin tidak anda ketahui selama ini.
Begitu
pula apabila anak memiliki keinginan dan mimpi yang berbeda dengan keinginan orang
tua karena dianggap tidak akan membawa kesuksesan atau dianggap terlalu tinggi,
maka berilah kesempatan dan dukungan untuk meraihnya. Paling tidak bantu anak
untuk dapat memiliki cara lain bagaimana agar tidak gagal. Meskipun orang tua
memiliki pengalaman lebih banyak dari anak, dan telah mengetahui bahwa hal yang
ingin dicapai anak adalah sesuatu yang tidak mungkin, maka jangan patahkan
semangatnya dengan berkata, “ingat kamu itu siapa dan bagaimana, yang
realistis, kalua punya mimpi jangan terlalu tinggi” atau “mimpi seperti itu
tidak akan membawamu pada kesuksesan”. Perkataan seperti ini terdengar
sederhana bagi orang tua, namun hal itu bias berbeda bagi anak. Tanpa disadari
kalimat yang bernada meremehkan anak justru akan merusak semua yang telah ia
bangun dalam dirinya untuk meraih apa yang hendak dicapai. Lebih parahnya anak
akan menganggap dirinya bodoh dan tidak memiliki kemampuan apa pun.
So,
jangan pernah merendahkan apa yang telah dan yang ingin dicapai oleh anak-anak,
ya. Sebisa mungkin hargai dan dukung apa yang mereka lakukan.
Pada saat marah pada anak, orang tua cenderung mengucapkan kalimat kasar dengan nada keras kepada anak. Tidak sedikit orang tua yang hilang kendali atas dirinya sehingga tega memukul sang anak. Selain dapat menyakiti mental dan fisik anak, tindakan demikian juga tidak dibenarkan dalam hukum. Membentak anak dengan mengucapkan, “dasar bodoh!”, “dasar anak pembawa sial”, “dasar anak tidak tau diuntung”, dan sebagainya adalah kalimat yang tentu saja tidak mudah terlupakan oleh seorang anak dan membuatnya berfikir bahwa dia memang bodoh dan seperti apa yang diucapkan oleh orang tua. Lebih parah lagi jika anak akan berpikir bahwa orang tua tidak memiliki rasa saying padanya. Pada saat anak mengalami kekerasan secara verbal baik dari lisan dan perbuatan secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama, hal ini akan mengakibatkan anak meniru apa yang telah dilakukan oleh orang tuanya pada saat marah, baik kepada dirinya, kepada teman-teman mereka, atau kepada anak-anak mereka kelak. Jadi, agar anak tetap tumbuh dalam kondisi sehat fisik dan mental, usahakan tidak mengucapkan kata-kata kasar dengan nada keras pada anak, ya. Apalagi sampai memukulnya, selain melukai fisik, tentu hati anak juga akan terluka.
4. Menghina Kekurangan dan Kelemahan Anak
Tidak
ada manusia yang terlahir sempurna adalah kalimat yang perlu untuk dimaknai
oleh setiap orang tua. Setiap anak tentu memiliki kelebihan dan kelemahannya
masing-masing. Tidak sedikit dari orang tua yang memiliki anak dengan
keterbatasan fisik atau mental memperlakukan anaknya dengan perlakuan yang
kurang baik. Menganggap mereka tidak bias melakukan kegiatan seperti anak pada
umumnya adalah suatu kesalahan. Karena pada dasarnya setiap anak memiliki
kesempatan yang sama. Apabila seorang anak memiliki daya memahami materi
pelajaran lebih lambat dari anak seumurnya, maka jangan menghinanya. Jangan
pernah mengatakan “kamu itu tidak normal, tidak perlu melakukan itu”, “kamu
bodoh sekali, berhitung dan membaca saja tidak bisa”. Selain semakin menghambat
perkembangan anak, sikap yang demikian akan menjadikan anak semakin merasa
bersalah dan tidak memiliki kemampuan apa pun untuk dikembangkan.
Anak
yang mendapat hinaan atas apayang menjadi kelemahan dan kekurangannya dapat
mengalami gangguan social, seperti malu-malu, tidak mudah beradaptasi, dan
tidak percaya diri. Memberi perhatian lebih dan membuka kesempatan
selebar-lebarnya bagi anak untuk mengeksplore segala yang dia inginkan dengan
tetap menjaga dan mengawasinya secara wajar adalah hal yang sejatinya
diinginkan oleh setiap anak.
Maka, jangan terlalu khawatir, ya, apabila anak mengalami perkembangan yang lebih lambat dari teman seusianya. Tetap beri kesempatan dan bimbing perkembangannya.
Maka, jangan terlalu khawatir, ya, apabila anak mengalami perkembangan yang lebih lambat dari teman seusianya. Tetap beri kesempatan dan bimbing perkembangannya.
5. Mengungkit Kesalahan Anak
Setiap
orang tentu pernah melakukan kesalahan dan dari kesalahan mereka akan mengambil
pelajaran untuk dijadikan pengalaman. Pengalaman adalah guru yang paling
berharga untuk mengambil tindakan dan keputusan di masa akan datang. Apabila
anak melakukan kesalahan biarkan ia mengambil pelajaran atas kesalahan yang
telah dilakukan. Setiap orang tentu akan merasa bersalah dan menyesal saat
melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu mengungkit-ungkit kesalahan anak,
maka anak tidak akan lepas dari rasa bersalah dan akan mengingat dirinya
sebagai orang yang lalai dan tidak memiliki kemampuan untuk meraih kesuksesan.
Saat
anak akan melakukan sesuatu, kemudian kita mengingatkannya kembali atas
kesalahan yang telah dia perbuat, di samping anak menjadi pribadi yang ragu-ragu,mengungkit
kesalahan anak akan membuat dia tidak berani mengambil keputusan. Maka berilah
kesempatan apabila anak hendak melakukan yang pernah menjadi kesalahan atau
kegagalannya dahulu, karena bias jadi ia telah memiliki cara efektif untuk
menyelesaikannya dan belajar dari kesalahan sebelumnya.
Jadi,
alangkah baik apabila kita mengajarkan pada anak untuk tidak patah semangat
karena telah melakukan kesalahan dengan tidak mengungkit-ungkitnya kembali.
6. Menakut-Nakuti Keputusan Anak
Anak
yang telah berani mengambil keputusannya sendiri adalah anak yang hebat dan
berani karena itu artinya dalam diri anak terdapat jiwa seorang pemimpin.
Jangan sampai hal ini hilang karena sikap orang tua yang selalu menakut-nakuti
keputusan atau langkah yang diambil sehingga menjadikannya tidak percaya diri.
Selain akan berpandangan negative tentang hidupnya, anak yang tidak percaya
diri akan memberi stigma pada dirinya bahwa apa yang dikhawatrkan orang tua
akan terjadi. Sehingga apa yang ia usahakan akan gagal karena malas berusaha
dan meraihnya dengan sungguh-sungguh.
Tidak
semua anak memiliki mental pemberani yang mau mebuktikan bahwa dirinya tidak
seperti apa yang diucapkan orang lain. Oleh sebab itu sebagai orang tua
hemdakmya tidak memaksakan kehendaknya pada anak dengan cara menkut-nakuti
pilihannya dengan mengatakan, “kalua kamu melakukan itu danterjadi sesuatu,
tanggung sendiri resikonya”, “kalua kamu melakukan itu kamu akan gagal dan
tidak mendapat pengalaman apa pun”, :kalua kamu tidak melakukan ini, kamu akan
menyesal”. Jika anak memiliki keputusan yang berbeda dengan orang tua,
hendaknya tidak disikapi dengan emosi. Alangkah lebih baik jika orang tua
bertanya apa alasan anak memutuskan hal demikian. Terlebih jika hal tersebut
adalah impian sang anak, jika orang tua menakut-nakutinya, maka sama halnya
dengan orang tua telah mematahkan mimpi anak tersebut.
Jadi,
mari kita mulai belajar untuk mendengarkan apa alasan dari setiap tindakan anak
dengan tidak emosi saat menyikapinya.
Komentar
Posting Komentar